Kecintaan pada buku, ditumbuhkan tidak hanya oleh kebiasaan orangtua yang gemar membaca, namun pula pada kesediaan mengajak anak-anak mereka untuk juga menyukai baca buku. Itu benar-benar terbukti. Sejak kecil, buku telah sangat akrab di kehidupan kami. Betapa tidak, di seluruh bagian rumah ada banyak rak berisi beragam buku, kumpulan artikel, guntingan-guntingan berita yang dikumpulkan kakek dan ayah, beberapa koleksi bacaan milik ibu, dan beberapa buku-buku besar kiriman kerabat.
Loteng menjadi tempat eksplorasi pertama saya atas buku-buku milik mereka. Meski tak paham artinya, saya bisa menghabiskan waktu berjam-jam di sana bersama mereka untuk sekadar membaca. Namun, jauh lebih mengasyikkan, jika ibu saya mulai menarik sebuah buku dari rak, duduk bersama, dan membacakannya bagi saya. Dengan suara yang berirama, intonasi yang berubah seturut alur cerita, membuat saya sangat antusias menyimak hingga akhir, dan tak pernah bosan dengan semua buku yang kami baca bersama. Pengalaman itu terpatri dan menjadi kebiasaan yang, hingga kini, saya teruskan pula pada anak.
Buku adalah jendela ilmu. Bukan hanya atas isi buku yang kita baca, pembelajaran pada budaya, pada nilai-nilai, pada pendewasaan mental dan rohani, pada keterbukaan wawasan, pada kematangan berpikir dan mengolah rasa, pada penyerapan tata bahasa yang menuntun kita bertutur sopan, pada penambahan keahlian dan ketrampilan, pada perubahan, pada kreativitas, atas peningkatan fokus hidup, pada ketenangan bathin dan keseimbangan jiwa, dan pada kecerdasan emosi. Membaca, mengantar kita pada pencapaian.
Itu sebabnya, saya sangat meyakini, peran perempuan terbesar adalah ketika mereka menjadi ibu, dan yang bersedia membacakan buku kepada anak-anak mereka, sekalipun mereka telah sangat lelah bekerja seharian.
Itu sebabnya, saya sangat meyakini, peran perempuan terbesar adalah ketika mereka menjadi ibu, dan yang bersedia membacakan buku kepada anak-anak mereka, sekalipun mereka telah sangat lelah bekerja seharian.
Tanpa Diminta
Saya termasuk salah satu yang beruntung punya ibu yang suka membaca. Tetapi, pujian saya juga tertuju kepada berjuta-juta ibu, yang meski dalam keadaan terbatas, masih memberikan peran yang besar, dengan menyisihkan waktu bercerita dan mendongeng kepada anak-anak mereka. Tanpa diminta, para ibu itu membangun hubungan emosi dengan anak-anak mereka, menciptakan rasa aman, memberikan teladan, menyisipkan nilai-nilai kehidupan, mengarahkan tujuan, meneneramkan kegundahan, dan memberikan dorongan untuk melakukan lebih baik. Para ibu memberikan prinsip pembelajaran pada anak-anak yang kemudian tumbuh menjadi pemimpin, pencetus ide, pembuat kebijakan, pemrakarsa perubahan, penjaga perdamaian dan penulis buku. Para ibu, tanpa diminta, adalah kontibutor terbesar bagi peradaban dunia.
Sebuah penelitian psikologi perilaku menunjukkan, anak-anak yang tumbuh dengan ibu yang meluangkan waktu mendongeng dan membacakan cerita, cenderung tumbuh menjadi anak-anak yang cerdas, berjiwa pemimpin, kreatif, percaya diri dan berwawasan luas. Kemampuan linguistik mereka tumbuh jauh lebih pesat, dan biasanya sangat mandiri. Mereka juga memiliki kemampuan mengatur, mengelola dan membuat perencanaan jauh lebih baik dari anak-anak yang tidak dibiasakan membaca. Anak-anak yang dibiarkan menonton tv atau bermain video games lebih banyak, cenderung menjadi lebih individual, berperilaku kasar, dan sulit berkomunikasi dengan tatanan bahasa yang baik.
Para ibu, diberikan karunia mengasuh anak-anak dengan kasih sayang yang tak menyerah. Jika Anda seorang ibu, tak perlu khawatir jika Anda tak berbakat bercerita. Anda tak perlu menjadi seorang sarjana yang cakap untuk dapat mendongeng untuk anak-anak Anda. Sebagai ibu, Anda telah diberi kemampuan mendongeng dan bercerita. Yang Anda perlukan hanyalah meluangkan waktu untuk melakukannya. Kemudian, Anda dapat mulai membeli buku, dan membacanya bersama anak-anak.
Petualangan baru itu, tidak hanya mengakrabkan hubungan, tetapi juga awal langkah Anda menyiapkan anak-anak mandiri dan menjadi pemimpin. Setidaknya, menjadi pemimpin atas diri mereka sendiri, dan atas cita-cita yang hendak dicapai kelak.
Petualangan baru itu, tidak hanya mengakrabkan hubungan, tetapi juga awal langkah Anda menyiapkan anak-anak mandiri dan menjadi pemimpin. Setidaknya, menjadi pemimpin atas diri mereka sendiri, dan atas cita-cita yang hendak dicapai kelak.
Jika Anda seorang ibu bagi anak-anak yang telah beranjak dewasa, jangan khawatir, Anda belum terlambat. Anda selalu dapat mulai dengan memilih sebuah buku dan menjadikannya topik bahasan keluarga bersama mereka. Dan jika anak-anak Anda telah menikah, Anda tak pernah terlambat untuk memulai kebiasaan membacakan buku kepada cucu-cucu Anda, bukan?
Tanpa diminta, para ibu menyiapkan yang terbaik untuk keberhasilan anak-anaknya. Tanpa diminta, para ibu bersedia dan bersiaga sehari penuh, setiap waktu, dan sepanjang hidup. Tanpa diminta, para ibu membacakan buku bagi anak-anaknya dan berada di tengah-tengah mereka mendampingi saat mereka bertumbuh dan mencapai sesuatu.
Prinsip Pembelajaran
Jika para ayah adalah pemimpin spiritual dan strategis di dalam rumahtangga, maka peran para ibu adalah pemimpin praktikuler setiap hari. Kerjasama sinergis ini akan menumbuh-kembangkan prinsip-prinsip pembelajaran yang dibutuhkan anak-anak dalam bertumbuh dengan kecerdasan yang maksimal. Anak-anak perlu belajar tentang Ketaqwaan-Kebahagiaan-Kasih Sayang-Tanggungjawab-Kejujuran-Kegigihan-Kedisplinan-Keberanian-Kesabaran-Kerjasama-Sopan Santun-Menggali Ilmu, dan mereka memelajarinya bukan saja dari teladan yang diberikan oleh orangtua mereka, tetapi juga dari berbagai hal yang ditunjukkan kepada mereka. Buku adalah sumber terbaik untuk ini, tetapi perlu seorang ibu yang bersedia membimbing pencarian itu setiap hari.
Ibu yang membacakan buku, membuka wawasan anak-anak atas dunia di balik tinta. Mereka belajar menjelajah dengan imajinasi, memahami ilmu, mengurai cerita, menghayati emosi dari lekukan irama suara ibu mereka, mengamati jiwa dari mimik muka dan binar mata sang pencerita, merasakan tenteram hati di tiap tarikan nafas sela kata, dan menggagas karya dari kreativitas mereka, karena ibu yang tak jenuh memberi waktu.
Ibu, bacakanlah sebuah buku !
**********************************
Oleh: DR. Christine Fald*
http://esq-news.com/spiritual-leadership/2010/09/16/buku-dan-ibu.html